Kamis, 29 Desember 2011

Email pertamaku

Sore hari di kantorku Al Mutawwijji Hujjaj South Asia yang sudah sepi, karena hampir semua karyawan sudah pulang.Aku buka Computerku,mencoba menulis Email untuk Hasnah.


  Assalamualaikum Hasnah...
Aku tidak tau harus manghubungimu di mana,,ketika kau melarangku untuk tidak menelfonmu,,aku turuti, karena penghargaanku pada kehendakmu, tapi jangan menghalangiku untuk tetap terhubung denganmu melalui dimensi lain.
Aku minta maaf jika ini mengganggumu, entah kenapa aku selalu merasa kalau kehadiranku malah mengganggu hidupmu Hasnah, sungguh diluar kehendakku, bukankan pertemuan kita tak lepas dari izin Allah? Dan jika aku tak lagi mendapati hatimu seperti saat lalu, aku juga tak memaksamu, jadi tak perlu membebani hatimu dengan keinginanku menikmati masa lalu.
Hasnah,,ketika aku bicara tentang cinta bagiku adalah kau, sepertinya hatimu tak berkenan, tapi itu adalah senyatanya aku ucapkan, meski kau sulit percaya.
Aku menikah untuk yang ketiga kalinya, hidup dengan tiga istri yang aku sayangi, dan anak anak yang aku banggakan. Kau tau Hasnah, keinginanku untuk mempunyai banyak anak benar adanya, dan aku ingin kau memberiku seorang putra.Maaf kalau keinginanku sulit terjangkau akal sehatmu. Bagaimanapun aku harus mengatakan apa yang ada dalam hatiku.


Aku berhenti mengetik, membaca ulang Email yang kutulis.
Hhhmmmm...
"Aku laki laki dan harus berani bersikap" sungutku.
Lalu aku melanjutkan mengetik.


Hasnah,
Seperti kubilang, mungkin diakhir penggalianmu kau bisa menemuiku,dan tanpa bertanya aku akan menganggap kalau hatimu sama saperti hati yang ku kenal dulu. Waktu berlalu, hidup terus berjalan, tapi padamu aku tak mengubah sedikitpun dari apa yang pernah aku ucapkan.


Ah,,,,apalagi yang harus aku tulis??sampai di sini otakku buntu dan tak lagi berfikir.aku send saja begitu adanya,,jangan dulu...masih banyak yang ingin aku katakan. Tapi akankah Hasnah bersedia membaca ocehanku??
Uh,,aku draft dulu saja.
Ponselku berdering.
"Abi, kenapa belum pulang?ini kan sudah sore?" Suara kecil Habil mengejutkanku.
"Ah ya ya sayang, bilang sama Ummi Abi segera pulang"
Aku segera menutup computerku. tapi tak bisa menutup celah dari otakku untuk memikirkan Hasnah,kubiarkan saja terbuka, seperti aku tak menutup celah dari hatiku yang terisi oleh namanya, bahkan hampir semua celah dia mengisinya dengan indah.
Aku melanjutkan hidupku kembali Hasnah, tanpa meninggalkanmu, karena kau akan ikut serta dalam setiap perjalananku.
Mesin mobil menderu, membawaku pada senyatanya hidup.
Maqom yang aku tinggali bersama keluarga besarku.

Selasa, 20 Desember 2011

"Ayah"

Ayah....
Siang ini ibu nangis sendiri,,
Ayah dah berangkat kerja, anak anak sekolah, bengong karena semua pekerjaan rumah sudah selesai.
jadi posting di blog adalah kegiatan ibu buat ngisi waktu dan sekedar menyalurkan hobby menulis ibu, gada yang salah selama ibu berjalan di jalur yang benar bukan? Terimakasih memfasilitasi ibu dengan internet hingga ibu bisa lebih kreatif menulis,,
Tapi yah,,
Ayah ingat besok Ultah perkawinan kita yang ke 16??
Terimakasih untuk cinta ayah selama ini,,tak ada yang lebih baik dari semua yang ayah berikan untuk hidup ibu, dan anak anak,,ayah yang terhebat,
"Love You Ayah..."

Senin, 19 Desember 2011

Phone 2

Assalamualaikum Ukhtii,Kaifa haluki?”Aku menyapa dengan penuh haraf Hasnah sedang punya waktu berbincang denganku.
“Waalaikumsalam Akhii, Alhamdulillah Bil Khoir” ramah hasnah menjawab telfonku.
“Semoga aku tidak mengganggu waktumu Ukhti? Aku ingin berbincang denganmu.”
“Ah tidak tidak, sama sekali tak terganggu, terimakasih mau menyambung silaturrahmi.”
“Hasnah..” aku berhenti sejenak.
“Ya Akhii..?”
“Ma dza hayaatuki?”
“Alhamdulillah akhii, hidupku  baik baik di sini”
“ Bagaimana kau mensikapi hidupmu Hasnah?” aku bertanya agak hati hati.
“ Al hajj…ketika aku hidup, menjadi apa atau siapa, menjadi sesuatu atau seseorang, maka aku akan menghidupkannya dengan sepenuh hatiku.”
“Apa yang kau lakukan saat sedih?”
“Aku akan menangis, sampai habis kesedihanku dan akhirnya akan kembali tersenyum jika aku menemukan penawarnya”.
“Kau bahagia dengan hidupmu Hasnah?”Aku mencoba mengorek hati Hasnah.
“Yaa Al Hajj…bukankah kebahagiaan itu sifatnya samar??terkadang hidup tidak selalu berjalan mulus... butuh 'batu kerikil' supaya kita ber-hati2... butuh 'semak duri' supaya kita waspada... butuh air mata supaya kita tahu merendahkan diri... butuh masalah supaya kita tahu bersandar kepada Allah...
Masalah sebesar apa pun akan terasa ringan bagi hati yg bersyukur..
Karena, bukan kebahagiaan yg menjadikan kita bersyukur, tetapi hati yg bersyukur yg menjadikan kita berbahagia...Maaf, aku mencontek dari kata kata KH Khoer saat berceramah”
“Tak  apa Hasnah, apapun katamu, akan menyejukan jiwaku” Aku tersenyum mengingat tanpa sengaja aku merayunya.
“Hahaha”
Tawa Hasnah di seberang sana. Terus terang, aku sering merindukan tawanya, dulu saat masih bersama dia, aku lihat dia adalah gadis yang angkuh dan pemarah, aku sangat hati hati bicara karena takut kalau dia jadi tersinggung dengan semua ucapanku.Tapi sekarang Hasnah nampak lebih ramah, dan aku senang.
“Oh ya Hasnah,mmmmm…”Aku ragu ragu melanjutkan kata kataku.
“Ya Akhii,,kenapa tak diteruskan?”Hasnah nampak heran.
“Hmmm,aku ingin memberi kabar, kalau  kepulanganku di bulan Maulud ini adalah untuk menikahi seorang janda dengan tiga anak yang ditinggal meninggal suaminya 5 tahun lalu.”
“Oh ya?? Syukur Ahkii, jika sekarang kau bertambah istri, semoga Allah menambah Rizki atasmu, tapi, apakah kau mengenal perempuan itu?”
“Aku tidak begitu mengenalnya Hasnah, umurnya 2 tahun lebih tua dari aku,dia tinggal bersama Ummi dan Abi di pesantren, dan dia orang yang pantas aku santuni, mengingat anak anaknya yang masih kecil dan butuh nafkah.”
“Al Hajj,,bukankan untuk menikah butuh cinta? Lalu bagaimana kedua istrimu yang terdahulu, bukankah akan berkurang cintamu pada mereka dengan hadirnya istri ke tiga dan anak anaknya?”
“Hmmm, Hasnah..,kedua istriku dan anak anak kami mendapat cinta sesuai porsinya, kasih sayang dan perhatian seperti yang mereka butuhkan, aku menjalankan kewajibanku sebagai suami dan ayah yang aku fikir telah memenuhi apa yang seharusnya aku lakukan, tentunya berpilar pada ajaran yang aku yakini.Dan untuk cinta,,,bagiku cinta adalah Kau,, dan  kau tidak aku miliki, jadi untuk apa bicara cinta jika hanya menjadi penghias mulut saja.”
Aku tak mendengar jawaban Hasnah dari seberang telefon.
“Hallo Ukhtii,,kenapa diam? Apa ada yang salah dengan ucapanku?”
“ ‘Afwan Ahkii, bisa untuk tidak menghubungi aku lagi? Aku pamit, semoga semua kebaikan Allah berikan atasmu. Assalamualaikum..”
Telfon terputus dan aku kebingungan, apa aku salah bicara hingga membuat Hasnah marah?
Sejak itu aku tak lagi berani menelfon Hasnah.Bahkan sekedar berkirim salam lewat pesan saja aku tak berani.
Ah …..Hasnah, bicaralah agar aku tau apa yang ada di pikiranmu, apa yang kau rasakan di hatimu, maafkan kalau aku salah bicara, aku telah begitu percaya padamu.
Aku hanya memiliki kesejukan matamu Hasnah…..



Minggu, 18 Desember 2011

Phone

Waktu berselang, aku menelfon Hasnah.
“Hallo Hasnah, sejak bertemu lagi denganmu terus terang ingatanku kembali pada masa muda kita, kau tak keberatan jika aku mengenangnya kembali?” Aku bertanya agak ragu ragu.
“Kenapa Azdan?...? tentu aku tak keberatan, bukankah semua orang berhak punya masa lalu? Jika aku melarangmu, itu sama saja dengan memasung mulutmu untuk bicara.” Jawab Hasnah di seberang telfon.
“Aku berjanji tak mengungkit hal yang menyakitkanmu, mengenang masa bahagia saja, karena seskit apapun dulu, aku tetap bahagia mengenalmu sebagai seorang yang istimewa dalam hidupku.”Suaraku tertahan, aku berhenti sejenak menunggu reaksi Hasnah. Aku yakin ia tersenyum.
“Oh ya Hasnah, jika boleh aku bertanya tentang hatimu, apakah kau sudah melupakan aku?” Aku melanjutkan pertanyaan.
“Wahai Al Hajj, aku tidak lupa, aku mengingat sekecil apapun dari masa lalu aku, tapi bukan berarti aku selalu hidup di masa itu, aku menikmati hidupku di masa sekarang, dan aku tak takut menghadapi masa depan, aku tak bisa bilang “tak perduli akan masa lalu”, buatku sejarah hidupku adalah bekal yang menentukan sikapku di masa kini, dan untuk masa depan, aku adalah orang yang menggali, kau tau aku bukan orang terpelajar yang mengenyam bangku sekolah, jadi aku menggali apa yang dekat di sekitarku saja, karena mungkin saja jangkauan otakku tak bisa menggapai sejauh fikir mereka yang kaum terpelajar.”
Hhhhmmmm…..kudengar Hasnah manarik nafas panjang.
“Kau terdengar galau Hasnah”Aku menebak.
“Tidak , tidak, aku hanya kembali berfikir tentang sesuatu yang paling aku inginkan.”
“Apa yang paling kau inginkan Hasnah?”
“Aku tak akan mengatakannya padamu, hanya aku, hatiku, dan Rabb yang tau apa yang paling tersembunyi dari hatiku”.
“Hasnah, aku ingin tau apa yang kau gali dari masa kini untuk masa depanmu?”
“Hahaha” tawa Hasnah menggeliktik telingaku.
“Kenapa kau mau tau?”
“Jika hidup sebuah keniscayaan, maka di masa depan mungkin saja kita bisa bertemu pada satu titik dari akhir penggalianmu.”
“Hhhhmmmh,,aku menggali dari satu titik, dan tidak berhenti di titik itu, aku membuat titik lain dan menghubungkannya untuk kemudian membentuk sebuah bidang, seluas apa bidang yang kubuat, maka pencapaianku pada titik itu aku syukuri.”
“Hai,,,otak aku mulai berputar, bisakah kau sebut dari titik mana kau menggali?”
“HAhaha, kau ini..”tawa Hasnah makin akrab di telingaku.
‘Sudahlah,, kau akan menghabiskan pulsa telfonmu jika mendengarkan ocehanku.”
“Tak apa Hasnah, aku senang bisa kembali bicara denganmu, sebelumnya aku tak punya teman untuk ku ajak berbincang tentang hidup, ahhh maksudku, warna hidupmu berbeda dengan kebanyakan orang yang ku kenal, jadi aku tetap akan menelfonmu jika tak mengganggu waktumu, sekarang aku pamit, terimakasih sudah mau bicara denganku.”
“ Oke Azdan, baik baik kau di sana, aku berdo’a untuk semua kebaikan atasmu, Assalamualaikum”
Hasnah menutup pembicaraan.


Kamis, 15 Desember 2011

Perempuan itu

Perempuan yang aku temui sekarang adalah orang yang sama seperti 20 tahun lalu.

“Azdan”
Suara seorang perempuan memanggil namaku di tengah hiruk pikuk  bis penjemput jemaah haji yang baru saja tiba di Jeddah.Seperti sudah direncanakan..KH. Amrullah memintaku untuk menjemput jemaah haji Indonesia kloter 70 yang tiba hari ini.Sebelumnya beliau berbisik, “Ada surprise buatmu tahun ini”  .
Ah sudah biasa beliau seperti itu, jika ada teman dekatku atau sahabat sahabatku dulu semasa di Indonesia salah satunya ada yang berangkat Umroh atau Hajj.
Mataku mencari cari diantara barisan kursi yang penuh sesak.Aku mengenal suara itu dengan baik.Itu suara Hasnah ,perempuan yang 20 tahun lalu meninggalkan aku untuk menikah dengan laki laki pilihan orang tuanya.
Mataku tertuju pada sosok yang seperti tak  asing lagi di penglihatanku.Mata bulatnya..senyumnya, tahi lalat di pipi kirinya, masih sama seperti dulu.Aku tak kuasa menahan tangis,menghampiri Hasnah dan memeluknya  erat erat,,menumpahkan kangen yang selama ini membebaniku.
“ Hasnah Ya?? Ini benar kau?” seperti tak percaya aku mengguncang bahunya. Ia Nampak gelagapan menerima perlakuanku.
“ Azdan kita bukan muhrim,,kenapa memelukku di tengah keramaian?lihat mereka memperhatikan kita dengan heran”.
“Tak apa Hasnah,,kau adikku,dulu aku tak berani menyentuhmu sedikitpun,nanti saja kita cerita,,aku akan mengantarmu hingga hotel.”
Ah….hari hari ku selanjutnya adalah Hasnah.Setelah kewajiban Haji usai , aku berjanji akan membawanya berkeliling kota Mekkah yang sudah aku tinggali selama 20 tahun.Kau tau Hasnah,,setiap tahun saat musim Haji tiba, aku selalu mencatat siapa saja jemaah yang aku kenal dari kampung kita.Aku mencari tau keberadaanmu.Dan aku selalu membayangkan suatu hari akan melihatmu diantara jemaah jemaah itu.Kau tau Hasnah,aku berdo’a di Multajam dengan bercucur air mata, minta pada Allah agar aku di pertemukan.Dan kali ini aku tak akan menyia nyiakan waktuku untuk bersamamu.
“Hallo Hjh Hasnah,hari ini aku akan menjemputmu ,kau bersiaplah,aku sudah dapat izin KH Amrullah “.Aku menelfon Hasnah.
“Ya ya ,sebentar aku bersiap.”
Ah,,,akhirnya tercapai juga mimpiku bertemu Hasnah.
“Ini mobil pribadiku, bagus kan?nanti aku akan membawamu ke maqom untuk bertemu kedua istriku dan ketujuh putra putriku,rumahku dekat Masjidil Harram.”
Aku melirik Hasnah yang tersenyum.
“Kenapa tersenyum?”
“YA,,,aku tak sabar bertemu mereka.”
Aku tahu pasti Hasnah tersenyum mendengar aku punya dua istri.
“Aku ingin punya 12 anak, di akhir zaman nanti akan bersaing siapa yang paling banyak umatnya,maka aku akan bangga memperlihatkan kedua belas anakku, tentunya tak mungkin jika hanya dari satu istri, aku akan menambahkan lagi menjadi empat, dan sepertinya Allah menyayangiku labih dari yang aku bayangkan,Allah menitipkan rizki yang melimpah sehinggan aku tak merasa kesulitan menafkahi mereka.”
Senyum Hasnah makin lebar, bahkan tawanya meledak.
“Hai,,,kau mentertawaiku Hasnah??” Aku pura pura bertanya padahal aku faham apa yang ada di pikiran Hasnah saat ini.
“Saat aku mendengar kau menikah dengan laki laki pilihan orang tuamu, aku minta kedua orang tuaku menyiapkan seorang perempuan untuk aku nikahi, karena aku telah merasa mapan dan cukup usia untuk menikah.Aku pulang ke Indonesia selama satu minggu untuk menikah dan kemudian membawa istriku menjadi mukimin di Mekkah.”
Aku menarik napas.Mataku melirik Hasnah yang tak lagi tersenyum, air mukanya berubah serius mendengar ceritaku.
“Kita sudah sampai “
“ Rumah makan Asia Tenggara ini milik orang Indonesia, ia sahabatku semenjak di Mojaoharot Alquraisy sar’e  Al Andalus Mekkah”
“Kau bilang akan menemui keluargamu?”
“Sebentar kita makan dulu,kau kurus sekali, seperti tak pernah makan saja.”
Aku menyiapkan menu yang aku pikir cocok di lidah Hasnah.Daging kebab, ayam kare, nasi kebuli dan banyak macam sayur dan buah.
“Kenapa pesan banyak sekali makanan?aku tak bisa makan sebanyak ini.”
“Ini porsi makan orang Arab, lihat badan mereka yang gemuk? Itu karena mereka makan tiga kali porsi ini sehari, ayo sudah makan yang banyak,,aku tak suka melihat perempuan kurus.”
“Aku akan bungkus sisanya untuk aku bawa pulang”
“Ah jangaaan,,memalukan saja, ini bukan Indonesia, nanti aku pesan satu paket untuk teman teman di hotel,tunggu sebentar”
Aku meninggalkan Hasnah di mejanya.
“ Ah,,dasar Hasnah,,tak berubah dari dulu,ia selalu bungkus makanan sisa jika makan di rumah makan” Gumamku tersenyum terkenang masa lalu bersamanya.
“Perut sudah kenyang, sekarang kita belanja oleh oleh”
Mobil mewah itu berhenti di parkiran sebuah Mall besar.
“Ayo Hasnah , pilih barang kesukaanmu, biar aku traktir kau selama di sini.”
Kami berkeliling dengan mendorong troly kosong. Lama sekali berkeliling, tapi tak satu pun barang diambil Hasnah.
“Hai , cepat ambil yang kau mau Hasnah, sebentar lagi Mall ini akan tutup.Kau tau,di Mekkah mall tutup ba’da Asar.”
“Aku tak membutuhkan apapun Azdan, lagi pula semua barang di sini mahal harganya.”
“Taka pa, kau bawa dompetku, biar kau tau aku punya banyak uang untuk sekedar membelikanmu oleh oleh, aku tau, kau tak akan menerima pemberianku jika berbentuk uang, tapu ku harap kau akan mengenangku dengan barang barang yang aku belikan untukmu.”
Hasnah mengambil selembar sajadah.
“Ah,,,jangan sajadah,,di rumah aku punya banyak dank au boleh ambil nanti”
Aku mengembalikan sajadah itu di tempatnya.Troly nya masih kosong.Lalu Hasnah mengambil sekotak kurma isi setengah kilo.
“Jangan satu, ambil 5 kotak besar isi satu kilo,biar teman temanmu bisa menikmati.”
Hasnah hanya tersenyum.
Aku menuntunnya ke sebuah toko  perhiasan.
“Pakailah gelang ini”
“Ah jangan Azdan,,ini terlalu mahal”.
“Jangan menolak, ini buatmu, jangan bilang kalau kau tak suka perhiasan emas.pakai saja, jika nanti kau butuh uang, kau bisa menjualnya kembali”.
Sepertinya Hasnah merasa tak enak menerima pemberianku. Tapi aku tak peduli, aku hanya ingin memberinya apapun yang aku mau beri,.
Ah Hasnah, seandainya dulu kau jadi istriku, maka aku tak akan mencari istri empat, cukup denganmu saja hidupku sudah lengkap.
Kami pulang dengan bagasi penuh belanjaan,aku membelikan Hasnah karpet penutup tempat tidur, agar saat dia tidur, dia memimpikan aku. Dan banyak barang yang aku beli padahal Hasnah menolaknya.
Pertemuan dengan keluarga besarku di Maqom. Hasnah Nampak bahagia.Aku mengantarnya kembali ke Hotel tempatnya menginap.
Hari ini dua hari menjelang kepulangan Hasnah kembali ke Indonesia.Aku tau rombongan akan bertolak ke Madinah sore ini.Ku siapkan kendaraan dan membawa serta keluargaku untuk menemuai Hasnah di Hotel.
Tapi aku kecewa karena terlambat.Rombongan yang membawa Hasnah sudah bertolak menuju Madinah.
Aku menelfon Hasnah dengan suara bergetar.
‘ Kau jahat, kenapa tak menungguku? Aku akan mengantarmu hingga Madinah, bahkan kalau perlu ku antar kau hingga bandara, aku ingin melihat pesawat yang membawamu, untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal.”
Aku menangis,, ya menangis seperti anak kecil di tinggal ibu nya. Hatiku kosong  dan seperti limbung.
“Maafkan aku Azdan, jadwalnya dimajukan dan sekarang aku sudah dalam bis menuju Madinah,terimakasih atas semuanya, dan maaf tak menemuimu dulu.”
Suara Hasnah yang hampir tak bisa aku dengar.
“Aku marah, tapi tak apalah, aku yakin kita akan bertemu lain waktu, tunggu aku di Indonesia, aku akan pulang di bulanMaulud tahun ini,”
“Oke Azdan, sampai nanti’.Hasnah pamit.
Ah dasar Hasnah, Kau tak tau betapa aku merasa kehilangan.


Rabu, 14 Desember 2011

Aku Dan Tulisanku




Adakah orang akan bertanya akan aku ketika aku
tak pernah menulis satu kata?
Adakah orang akan mencari namaku ketika aku
tak pernah meninggalkan kesan?
tulisanku adalah diriku, diriku mustahil adalah tulisanku
jari-jariku bekerja dengan otakku
tapi tidak dengan diriku
diriku adalah kumpulan prilaku potensi dosa
diriku adalah susunan tulang daging darah
yang mungkin telah menyerap barang haram
diriku bukan milikku, lingkunganku telah mengklaimnya
Adakah orang pernah menerima aku berbeda dengan tulisanku?
Berjayalah kalimat-kalimat yang kutulis
sebab mereka mendapat teman dan musuh yang menghormati
ingin aku memasukkan diriku ke dalam tulisanku
harap aku bisa mendapat sapaan hormat yang sama
Tulisanku adalah produksi otakku yang bersahaja
tak dapat bercengkrama dengan prilakuku yang
diproduksi oleh niatku yang subjektif
tulisanku memberi tahu tentang aku ke dunia
sementara aku tak pernah berbuat yang sama
kepada tulisanku....

Bunga Eceng Gondok di Depan Rumah


Eceng Gondok bagi sebagian orang adalah gulma daerah perairan.Buatku,,ia sangat menawan..lihat bunga indahnya!! Cantik bukan??walau hanya tumbuh di air berlumpur,tapi tak kalah cantik dengan teratai yang lebih dulu terlihat cantik di mata kebanyakan orang,,Bunganya yang hanya bertahan 24 jam membuat aku selalu rindu melihatnya mekar.
Ini bunga Eceng Gondok depan rumahku,,menatapnya membuat damai,,dan aku menggali filosofi dari indah bunganya,,menghidupkan hidup walau hanya sesaat,,tapi berarti dengan meninggalkan jejak kedamaian bagi yang menikmatinya.:)

Selasa, 13 Desember 2011

Angkuh ya?@#$%^&**(

Ketika berbincang dengan keangkuhan……
“Hai,,,sudah lama kita tak berbincang” Aku memulai.
“Hai,,,hallo,,iya iya,,aku selalu bisa berbincang kapanpun aku mau,memang kenapa?”
Hhhmmm,,jawaban yang langsung buat air mukaku berubah dingin.
“Apa kabar?”Lanjutnya.
“Aaah,,baik, baik,,sedikit sakit tapi tak apalah”jawaban seperlunya.
“Aku di sini seperti ini,,,kau di sana seperti apa???ohhh,,kita bahas masa lalu..oh tidak tidak..kalau bisa kau jangan bicara masa lalu,,bicara tentang kini,,dan oriantasi ke depan saja,,sebab jika kau bicara tentang masa lalu,,suka jadi masalah.. sakit kalau bicara masa lalu”.
“Hmmmm”gumamku..seperti biasa saat feelku tiba tiba berubah mendengar kata kata itu.
“KAu masih terdengar angkuh bila bergumam seperti itu”rajukan.
“Aku memang angkuh,,,lalu apa??”rahangku menggertak, mengatup terkunci.
Kau tau jawabannya,,,jika bukan karena keangkuhanku mungkin sekarang aku sudah terkapar tak berdaya.terpuruk dalam kehancuran bahkan takkan mampu berdiri di atas kedua kakiku.Hidup di sini keras,,dan aku butuh keangkuhan untuk tetap bertahan.
“Aku minta maaf “lanjutku .sebenarnya hatiku mulai melemah.
“Sudah sudah,,jangan minta maaf,,ini bukan tentang salah dan benar,,jadi jangan saling menyalahkan dan berprasangka.”
“Hhmm”AKu  bergumam lagi.Lalu….
“Oh yaa…yaa,,,aku terlalu berprasangka,,padahal kalian orang baik baik,,terpelajar dan berlapang dada,,jadi maaf kalau memang ada prasangka”.
Hatiku mungkin berkerut mengingat kalau aku bukan siapa siapa bagi mereka.Hanya seorang bodoh,bahkan bukan masalah besar yang sanggup mengguncang ketangguhan yang mereka bangun di atas pondasi kokoh sebuah keluarga.
“Hai hai,,kenapa pembicaraan jadi panas??,sepertinya orientasi kita A-Z,,jadi tidak akan bertemu”
“hhmmmh”menghela napas saja.
“Bagaimana kalau kita sudahi saja perbincangan tentang ini.Aku tidak mau membahasnya lagi.tentang siapa mencari kambing hitam?bagiku itu sudah ku telan mentah mentah.dan aku ingin melupakannya”lanjutku berat.
“yaa yaa,,aku kehilangan kelembutanmu yang mengayomi”
“hhhhuuhh,,” ini perbincangan penuh keangkuhan yang  nampak seperti perdebatan kosong .
Aaah tidak tidak,,karena semestinya ada perdebatan agar tak menjadi rancu jika hanya menebak.
Aku bicara dengan bahasa paling kasar yang pernah aku lontarkan semasa hidup.Memasang topeng keangkuhan untuk menutupi hati yang rapuh.
Sudahlah..bertengkar saja kita.makin sering kita bertengkar,,merdekalah hati…