Perahu kertas yang cantik,, bermain di pantai berombak, angin meniupnya kesana kemari tanpa layar.Tertawa senang bersenda karang.
Ah..tak lagi menakutkan bermain di pantai, menaiki ombak bagai seorang peselancar beraksi jantan.
Asyik dengan tawanya, tak sadar langit menghitam membawa mendung hujan menderu guntur.
Perahu kertas lupa pulang menoleh ke sekeliling, pantai telah sepi.
Kekasih menyapa, “Tinggalah di sini, kau akan kubuat bahagia ,menangis berduka bersama”, tangan lembutnya meraih rapuh dinding kertas terseret ombak menerpa karang bahkan hampir koyak.
Dalam dingin yang menggigil, perahu kertas menangis,” Dindingku telah koyak, aku perbaiki dulu agar tak mudah hanyut meski diterjang ombak.”
“Bagaimana aku perbaiki? Sedangkan jalan pulang saja aku tak ingat..”
Kembali menyusuri bibir pantai yang tak lagi indah.Gelap, dingin menyeramkan.Angin membawanya kembali ke tengah, lalu dihempas di landai pasir berbulir kerikil.
Menghabiskan malam hingga pagi menjelang, dalam harapan seseorang akan memungutnya esok pagi.
Diam,bisu, tanpa tangis, tanpa nyali.
Sudah pagi,
Tangan kecil menyentuh tubuh koyakku, membawanya pulang ke rumah.Lalu menempatkanku di sebuah ember plastik dengan air setengah penuh.
“ Tak perlu main di pantai, karena tempatmu di sini, kecil dan sempit. Agar kau tak tersesat”
“Tidak.”
Menjawab lirih,,”,Aku tak ingin mati sebagai perahu kertas”.
Inspirasi: Starving Orion